Jumat, 01 Februari 2013

Kiat Bill Gates dan Impian IGOS

Kiat Bill Gates dan Impian IGOS
Print PDF Facebook Twitter Email

Medy P. Sargo
Kepala Bidang Perguruan Tinggi dan Lemlitbang, Asdep Kekayaan Intelektual dan Standardisasi Iptek, Kemenristek

Masih teringat pada kunjungan Bill Gates ke Indonesia di tahun 2008, yang disambut Presiden RI secara protokoler di Istana Negara. Rupanya Bill Gates sebagai seorang “raja” dari kerajaan bisnis teknologi informasi tidak dianggap sebagai tamu biasa.
   
Bagi Bill Gates sendiri tentu bukan yang pertamakalinya ia menerima penghormatan hangat dari seorang kepala negara asing yang dikunjunginya. Ia telah mengunjungi berbagai negara yang dianggap penting dan memiliki prospek yang bagus untuk masa depan kerajaan bisnis teknologi informasinya, diantaranya India dan China.
   
Bill Gates adalah sosok yang boleh dibilang amat populer di dunia teknologi informasi.  Bukan saja karena keuletan dan kegigihannya dalam pencapaian hingga dapat mengubah dunia seakan lebih kecil dari ukuran sesungguhnya, namun bahkan telah mempercepat proses transformasi peradaban manusia menuju era dunia maya. Ia juga telah memberi inspirasi bagi perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang informasi di berbagai belahan dunia.
   
Sinyal Keprihatinan
Gates tentu memiliki segudang pengalaman yang kuat dalam perjalanan bisnisnya hingga begitu percaya bahwa betapa pentingnya hak kekayaan intelektual (HKI) dalam bisnis teknologi informasi. Kendati dengan perasaan khawatir dia harus tetap berjuang membangun Microsoft Corporation agar bisa mengungguli Apple yang dipimpin pesaingnya, Steve Jobs yang sudah lebih dulu sukses.
   
Bagi Gates bisnis adalah suatu permainan, perang intelektual dan kemampuan. Ia tidak akan lengah mengabaikan perlindungan terhadap hasil kreasi orang-orang yang mendukung dalam menjalankan bisnisnya di industri TI. Di sisi lain,  Gates adalah seorang ambisius yang memiliki keinginan meminggirkan pesaing-pesaing seperti Apple atau IBM. Lebih jauh dari itu,  terkesan bisa jadi ia tidak menyukai pertumbuhan kemampuan teknologi informasi suatu negara yang menjadi tujuan pasarnya. Pada dasarnya Gates tidak akan mentolerir kegiatan pelanggaran atas hak cipta piranti lunak, karena hal itu akan mencederai   eksistensi kerajaan bisnisnya.
   
Pada Tahun 1997 klaim Amerika atas pelanggaran hak cipta yang dilakukan Indonesia mencapai   668,2  juta  dollar AS,   dan  256,1 juta  dollar  AS  diantaranya  di  bidang  program komputer. Sepuluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 2007, Indonesia tercatat sebagai negara pada urutan  ketiga  terburuk di dunia setelah Zimbabwe dan Vietnam dalam penggunaan piranti lunak komputer illegal.

Pada tahun 2008, di saat kunjungan Bill Gates ke Indonesia, tercatat adanya kenaikan angka kerugian bila mengacu pada laporan Business Software Association (BSA) dan International Data Corporation (IDC). Laporan tersebut mengungkapkan  bahwa potensi kerugian Amerika Serikat mencapai US$ 544 juta dari pembajakan perangkat lunak di Indonesia di tahun itu. Angka tersebut menegaskan  tingkat pembajakan telah mencapai angka 85%. Konon sebagaimana dilansir berbagai media massa,  Indonesia tercatat pada posisi 12 besar dari 110 negara yang melakukan pembajakan di dunia.
   
Keprihatinan Bill Gates atas maraknya pelanggaran hak cipta di Indonesia rupanya diungkapkan dengan menyodorkan beberapa paket penawaran Bill Gates kepada pemerintah Indonesia. Paket penawaran Bill Gates ini pada dasarnya lebih berorientasi pada pengembangan dunia pendidikan. Salah satunya adalah perluasan pemanfaatan komputer di dunia pendidikan dengan menggunakan perangkat lunak secara gratis. Kemudian tawaran kerjasama riset di bidang pengembangan vaksin flu burung. Hal ini mengingat flu burung sedang menjadi isu penting di tengah masyarakat Indonesia.
   
Pada dasarnya paket tawaran Bill Gates tersebut hanya merupakan bagian dari strategi pemasaran model Gates, walaupun dapat dianggap sebagai sinyal keprihatinan atas maraknya pelanggaran hak cipta piranti lunak. Sebelumnya ada pendapat bahwa alasan mahalnya harga piranti lunak menyebabkan maraknya pembajakan di Indonesia. Itu semua tentu saja sudah masuk di kepala Gates.

Impian IGOS
Sulit bagi Indonesia untuk menampik tawaran Gates, pasalnya Indonesia sudah memasuki dunia informasi yang tidak mungkin mundur ke belakang. Sementara perkembangan teknologi informasi sudah demikian pesat seiring pesatnya perpindahan level teknologi dari generasi tertentu ke generasi yang lebih maju.
   
Terlepas dari persoalan pembajakan hak cipta, Microsoft Corporation nampaknya sudah dapat membuktikan sendiri bahwa perjalanan bisnisnya di Indonesia justru semakin kuat. Terutama setelah kadatangan Bill Gates ke Indonesia dengan mengusung gagasan memajukan pendidikan melalui program biaya murah penggunaan komputer.
   
Sementara penerapan Open Source Software (OSS) dalam rangka Indonesia, go open source (IGOS) sebagaimana digagas pemerintah Indonesia yang semula diperkirakan akan dapat mengurangi dominasi piranti lunak berlisensi secara signifikan, ternyata tidak terbukti. Setidak-tidaknya terkesan pemerintah tiba-tiba memperlambat larinya sebelum mencapai garis finish.
   
Faktanya belum banyak instansi pemerintah yang melakukan migrasi dari software berlisensi ke open source, kecuali Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara,  Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan disusul beberapa kantor pemerintah daerah, khususnya di Propinsi Bali. Walaupun demikian migrasi ke open source di beberapa instansi tersebut rupanya belum menyeluruh. Hal ini disebabkan masih dijumpainya beberapa kelemahan dari OSS yang dikembangkan, sehingga sebagian masih nyaman menggunakan piranti lunak berlisensi.
   
Program IGOS merupakan semangat untuk meningkatkan penggunaan piranti lunak sumber terbuka di Indoneisa. Implikasinya akan memberi lebih banyak alternatif penggunaan piranti lunak oleh masyarakat secara legal dan terjangkau. Sementara perkembangan TI dunia sebagaimana yang diinginkan Bill Gates akan mengarah pada pencapaian impian 10 tahun mendatang terhitung sejak kunjungan pertamakalinya ke Indonesia di tahun 2008. Dimana setiap orang akan dengan mudah berhubungan dengan layar tampilan apa saja yang terdekat. Hal ini tentu saja ini menjadi peluang yang menjanjikan bagi industri piranti lunak. 
   
Impian Bill Gates sah-sah saja. Demikian pula impian bangsa Indonesia untuk bisa menekan tingkat pembajakan melalui upaya penerapan OSS adalah sah adanya. Impian suatu bangsa yang merdeka dan menghormati persaingan sehat serta terbuka dalam semangat globalisasi.

Kesiapan Indonesia
Pendekatan Bill Gates lewat isu pendidikan nampaknya amat taktis dan sangat mengena. Bertepatan ketika Indonesia menyadari bahwa dunia pendidikan tidak boleh tertinggal dalam pemanfaatan teknologi informasi. Melalui dunia pendidikanlah akan lebih mudah membuka hubungan luas dengan dunia luar. Aplikasi komputer selain di dunia bisnis memang sangat tepat diaplikasikan di dunia pendidikan.
   
Kebutuhan mendesak dunia pendidikan terhadap aplikasi software yang mutakhir dengan perkembangan informasi global nampaknya lebih cepat terjawab oleh industri piranti lunak berkelas dunia seperti Microsoft. Sementara penerapan OSS masih saja tertatih-tatih. Kendati pun penggunaan piranti lunak sumber terbuka ini diperkirakan akan mampu mengurangi praktek pembajakan terhadap piranti lunak berlisensi.
   
Sejauh ini ada anggapan bahwa kebijakan atas penerapan OSS adalah merupakan langkah keliru yang dapat melemahkan industri perangkat lunak dan melemahkan daya saing jangka panjang, maka anggapan tersebut hanyalah merupakan upaya kalangan yang berkepetingan dengan dominasi pasar, hingga mencoba merumuskan kembali suatu definisi pelecehan terhadap hak cipta dan mencoba mengkaitkannya dengan isu melemahnya upaya penegakan hukum atas pelanggaran hak cipta di Indonesia, khususnya di bidang piranti lunak.
   
Pada bulan Februari 2010 International Intellectual Property Alliance (IIPA) yang berkedudukan di Amerika membuka anggapan bahwa Indonesia telah mengabaikan penghormatan terhadap hak cipta. Bahkan lembaga swasta ini mengusulkan  United State Trade Representative (USTR) untuk memasukkan Indonesia, Brazil, India, Filipina, Thailand dan Vietnam dalam daftar negara-negara yang perlu diawasi secara ketat. Alasannya antara lain karena kebijakan pemerintah negara-negara ini yang mendorong penggunaan Open source Software di Institusi Pemerintah.
   
Memang pada akhirnya kebijakan pemerintah untuk mendorong migrasi penggunaan piranti lunak ke sumber terbuka (OSS) tidak akan berhasil jika tidak mendapat dukungan masyarakat. Hal ini karena pemerintah tidak mungkin mengupayakan lebih jauh dari sekedar himbauan. Pemerintah hanya dapat memfasilitasi hak masyarakat dalam bidang penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi informasi.
   
Indonesia dengan segala potensi yang dimiliki memerlukan tokoh-tokoh sukses yang mampu memberi inspirasi. Bill Gates adalah salah satu kisah sukses yang paling dikenal dan menjadi panutan masyarakat ilmu pengetahuan. Sudah semestinya kita berani berharap pada generasi muda ilmu pengetahuan di negeri ini agar muncul sebagai inspirator di bidang pengembangan OSS menuju generasi maju. Pada akhirnya masyarakat akan memiliki banyak pilihan dan menentukan sendiri secara bebas.  (Media HKI, Vol. VIII/Desember 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar